Mencari pelaku Bom Bali I pada 12 Oktober 2004 umumnya pihak detektip menggunakan cara rasional. Maksudnya melakukan analisa teknis, empiris untuk merunut kejadiannya. Namun inilah Indonesia yang berjajar kepulauan esoteris. Paranormal masih laku berat. Anda mungkin mengikuti sidang dakwaan pembunuhan tokoh LSM Munir dimana sebelum benda kasat mata digunakan, masih diupayakan cara-cara seperti santet, teluh, “tujuh” dan seabrek jatah dunia sana.
Seorang Petinggi Polri membawa dukun dari Kalimantan Barat. Sebut saja pak Salim. Tokoh pak Salim tiba dari Kalimantan pada Rabu Sore berarti 10 hari setelah kejadian. Begitu datang ia langsung mempersiapkan “ubo rampe” ritual pemanggilan roh seperti beras yang dibuat berondong, buah pinang, dedaunan tertentu.
Setelah melakukan ritual di kamar hotelnya pak Salim minta dibawa ke TKP Legian pada tengah malam. Lalu setelah melakukan ritual ia menggengam abu yang diperkirakan abu jenasah korban. Abu tersebut dibungkus koran dan meminta Kombes Pranowo untuk membawanya ke hotel.
Usai ritual di ground zero, pak Salim minta diantar ke pantai Kuta, disana ia melakukan ritual yang sama lalu merokok, dan dengan rokoknya ia membakar kemenyan. Prinsipnya pak Salim menghubungi para spirit untuk bersama-sama menekan “roh” peledak bom agar mau mengaku.
Ada seminggu pak Salim melakukan ritual, sampai ia berkesimpulan bahwa pelakunya adalah “orang pantai” dan bisa ditangkap paling lama sebulan lagi sebab para arwah gentayangan bersedia membantunya.
Entah bagaimana Amrozi adalah orang Lamongan yang juga orang pantai dan ia ditangkap sebulan kemudian, atau hanya suatu kebetulan ramalan pak Salim.
Cerita mistik lainnya adalah para penjaga melihat bola-bola api di ground zero yang dipercya sebagai arwah yang gentayangan. Pintu rumah sekitar TKP yang diketuk tanpa kelihatan orangnya.
Lalu ada yang melihat bule sedang jogging malam hari atau nongkrong sambil merokok adalah beberapa kisah mistis yang diceritakan masyarakat.
Seorang detektip bule bercerita bahwa tiga minggu setelah peristiwa ia sedang bekerja sendirian di kamar hotelnya. Kumpulan foto-foto dan barang bukti ia masukkan dalam tas kresek. Tengah malam salah satu tas kreseknya berbunyi akibat gesekan antara album foto yang disimpan dalam tas kresek dengan benda forensk lainnya. Sebagai orang irasional, ia mengambil tas tersebut dan ditindihi dengan beberapa buku sampai bunyi tadi “diam”.
Sekarang gantian pintu kamar yang berkereketan. Detektip “rasional” ini tetap asik menonton TV dan tidak mengacuhkan bunyi-bunyi itu sampai mereka lenyap dengan sendiri.
Gentry Amalo dari Bali menuliskan pengalamannya “hehehe.. salam kenal pak de’, saya gentry mantan relawan bom bali 2002, soal mistik dari bom bali 2002 itu memang banyak banget, sampai-sampai beberapa bulan stlh ledakan, banyak sopir taxi yang ga mau nganter bule dari dan ke rumah sakit.
ini kisah nyata,.. Pernah ada kasus, sopir taxi ngangkut tamu bule dari rumah sakit, pikirnya itu keluarga/teman korban, dari sanglah si bule ini minta di antar ke salah satu hotel berbintang di kawasan Nusa Dua. begitu tiba di lobby hotel eh,. si sopir melirik ke arah belakang untuk melihat wajah si bule, tapi yang ada cuma potongan tangan berdarah yang pegang duit untuk bayar.. langsung aja si sopir kabur, sementara satpam hotel yang kebetulan ada di lobi juga panik, begitu tahu si sopir kabur karena ngeliat “potongan tangan” yang mau bayar taxi…“
Tidak ada komentar:
Posting Komentar